kutipan artikel
ada artikel oke dari KCM 21 juli 2006. have a look
Berani Untuk Mimpi
Sewaktu masih anak-anak, kita pernah bermimpi dan bercita-cita setinggi langit. Misalnya, ingin jadi pilot atau penerbang, atau ingin jadi dokter.
Tetapi, bermimpi atau bercita-cita besar kemudian kadang-kadang kita rasakan amat sulit sekarang ini. Padahal, bermimpi atau bercita-cita itu sangat perlu untuk meraih kesuksesan.
Di usia kita sekarang ini sering kali mimpi enggak ada harganya. Bicara soal kesuksesan masa depan dianggap bukan urusan remaja, itu cuma PR-nya orangtua. Sebagian dari kita masih lebih senang ngobrol soal "hari ini" ketimbang bicara soal masa depan. Kehidupan kita 10-20 tahun ke depan seakan-akan enggak penting.
Malah kita kadang sering dipojokkan atau bakal dicela habis-habisan kalau ngobrol soal mimpi untuk mendapatkan sesuatu atau menjadi sesuatu yang sifatnya jauh ke depan. Akibatnya, kita jadi takut mengekspresikan mimpi, dan mengubur dalam-dalam mimpi kita. Harapan terhadap sesuatu kandas begitu saja sebelum dimulai, kita kalah di garis start.
Taklukkan sekarang!
Sukses banyak dipengaruhi oleh proses pembelajaran dan lingkungan di mana kita tinggal. Sayangnya, lingkungan tempat tinggal kita sering jadi penghambat untuk tumbuhnya mimpi-mimpi atau imajinasi. Enggak jarang juga seseorang dicap gila oleh lingkungan lantaran mimpinya yang enggak masuk akal. Banyak orang mencibir atas usaha seseorang untuk menjadi "luar biasa". Itu tantangan berat kita. Untuk jadi yang terbaik memang enggak mudah. Tapi, bukan berarti enggak bisa, kan?
Nah, yang jadi soal, kita justru lebih sering membenarkan penilaian pesimistis orang lain terhadap kita bahwa sekarang kita belum saatnya bicara soal mimpi. Itu semua cuma "penjara fiktif" yang kita bikin sendiri dan kita letakkan secara kokoh dalam pikiran kita. Karena penjara fiktif itulah kita jadi enggak memiliki kebebasan mengekspresikan potensi yang kita punya.
Nonton film Ice Age 2; The Melt Down?
Di situ diceritakan ada seekor gajah mammoth yang dibesarkan dan bergaul dengan keluarga possum, yaitu anjing padang rumput yang berukuran jauh lebih kecil. Singkat cerita, mammoth berpikiran bahwa dirinya adalah possum. Semua perilakunya, bahkan cara tidurnya juga mirip possum dengan menggantungkan ekornya di ranting pohon.
Ketika ada mammoth lain yang bilang bahwa dirinya adalah mammoth bukan possum dan punya kekuatan besar seperti layaknya gajah, dia enggak percaya dan tetap meyakini kalau dirinya adalah makhluk centil yang lucu, bahkan enggak punya kekuatan melawan burung elang sekalipun seperti possum-possum yang lain. Mammoth ini sudah membangun "penjara fiktif" yang kokoh dalam pikiranya, dan lupa dengan segala kemampuannya. Padahal, kenyataannya selama apa pun mammoth bergaul dengan possum, dia tetap seekor gajah yang bertubuh besar dan punya kekuatan yang luar biasa.
Bangun mimpi
Apa yang kita jalani sekarang adalah dalam rangka menyelesaikan rangkaian dari mimpi-mimpi kecil. Ingin jadi juara kelas, ingin masuk perguruan tinggi ternama, ingin jadi artis tenar, atau ingin dapat pacar yang oke, semua itu mimpi kita. Tapi, kebanyakan, kita jalani semua itu tanpa sadar dan tanpa tahu untuk apa semua yang kita inginkan itu.
Apakah semuanya bisa membuat kualitas hidup kita ke depan jadi lebih baik atau enggak. Jangan-jangan mimpi-mimpi itu hanya sebatas keinginan untuk memenuhi tuntutan tren atau gaya hidup dan pergaulan, lalu pudar begitu saja seiring perubahan tren, gaya hidup atau pergaulan itu sendiri. Kalau memang seperti itu, berarti selama ini kita sudah jadi korban. Korban pergaulan, korban gaya hidup, korban iklan atau bisa juga korban "kebodohan" diri kita sendiri.
Mimpi kita harus mampu membangkitkan semangat dan juga tekad yang enggak mudah terpengaruh oleh perubahan. Justru mimpi itulah yang seharusnya mampu membuat perubahan, juga mampu memengaruhi hidup kita secara positif. Intinya mimpi kita akan berpengaruh besar dalam kehidupan kita. Jadi, kalau mau kualitas hidup kita jadi luar biasa, kita harus punya mimpi yang luar biasa. So, kita harus ubah cara berpikir kita selama ini, bukan "masih terlalu muda untuk bicara mimpi" tapi "mumpung masih muda kita harus punya mimpi".
Maksimalkan semuanya
Mimpi bisa kita kategorikan dalam dua jenis. Pertama, mimpi untuk memiliki, yaitu ketika tujuan akhir dari mimpi kita adalah dapat memiliki sesuatu, misalnya kita punya mimpi bahwa 10 tahun lagi harus punya vila di pinggir pantai. Kedua, adalah mimpi untuk menjadi, yaitu jika tujuan akhir dari mimpi kita adalah menjadi sesuatu, misalnya ingin jadi Presiden RI di tahun 2030, atau ingin jadi orang Indonesia pertama yang jadi pemeran utama di film Hollywood. Kedua hal itulah yang jadi dasar munculnya motivasi yang mendorong kita untuk bergerak melakukan sesuatu.
Kedua mimpi itu harus seimbang agar motivasi kita enggak jadi motivasi yang negatif. Misalnya, kalau mimpi untuk memiliki jauh lebih besar dari mimpi untuk menjadi, maka kita akan cenderung menghalalkan segala cara, bisa saja terjebak untuk melakukan tindakan kriminal.
Tentunya mimpi enggak bisa berdiri sendiri dan bukan penentu dalam kesuksesan seseorang. Mimpi hanyalah sebagian dari rumus sukses. Hal lain yang juga enggak kalah pentingnya untuk mewujudkan mimpi adalah potensi. Potensi merupakan sebuah kemampuan, energi atau kekuatan terpendam yang kita miliki, yang belum kita manfaatkan secara optimal, dan semua orang pasti punya. Untuk mewujudkan mimpi, kita harus mampu mengoptimalkan atau mengasah potensi yang kita miliki. Anggap saja bahwa potensi adalah modal awal kita untuk melangkah.
Punya mimpi dan punya potensi yang luar biasa, tapi kita cuma diam saja, percuma. Kita justru bakal jadi pengkhayal berat. Artinya kita harus melakukan sesuatu untuk mendapatkan apa yang kita impikan. Mulailah dari merancang apa yang harus dilakukan secara bertahap, apa yang harus diselesaikan waktu demi waktu, tahun demi tahun sehingga pada akhirnya bisa sampai pada impian yang sebenarnya. Bertanyalah pada diri sendiri, apa sebenarnya yang kita inginkan? Kapan keinginan kita itu bisa terwujud? Apa yang harus kita lakukan? Setelah terjawab semuanya, baru go to action.
Penulis: Heri Susanto, PKBI DKI Jakarta
0 Comments:
Post a Comment
<< Home